Buddhadharma tidak hanya ditujukan bagi mereka yang semata hidupnya menyepi atau terkunci dalam biara, namun juga menjawab persoalan-persolan aktual. Begitu pula, Buddhadharma bukan semata berlaku bagi yang hanya mementingkan kesucian pribadi, namun juga kebahagiaan dan kesejahteraan bagi banyak orang.
Buddhadharma hadir ke dunia untuk pembebasan, menghentikan penderitaan eksistensial manusia. Karenanya, Buddhadharma yang dibabarkan Sang Buddha dan bersifat kontekstual itu adalah dekat-dekat dengan persoalan-persoalan nyata yang dihadapi banyak manusia di dunia.
Dalam pemahaman dan semangat seperti itulah, dewasa ini banyak bermunculan tokoh Buddhis cerdas dan bijaksana di dalam membawa Buddhadharma mengarungi zaman kini dan memenuhi tuntutan spiritualitas manusia masa kini.
Tokoh-tokoh yang dapat dipandang sebagai Bodhisattva masa kini ini menghadirkan Buddhadharma untuk menjawab problematik kemanusiaan masa kini.  Dengan begitu mereka menjadikan Buddhadharma hidup nyata sesuai dengan perkembagan dunia dan persoalan penderitaan yang tengah dihadapi manusia.

Master Hsing Yun, Dalai Lama, Bhikkhu Buddhadasa
Adalah Master Hsing Yun dengan Fo Guang Shan dan Buddha’s Light International Association (BLIA)-nya mengembangkan Humanistic Buddhism. Dengan gerakan dan konsepnya itu, Master Hsing Yun membawa Buddhadharma keluar dari biara dan berhasrat untuk menjawab persoalan-persoalan konkret kemanusiaan. 
Ada Dalai Lama, seorang tokoh tepat waktu yang dengan tegas dengan pernyataannya, “Jika orang lain terlambat, itu hak mereka. Namun kita tidak seharusnya terlambat hanya karena orang lain tidak tepat waktu.”
Tokoh tepat waktu dan pejuang bagi bangsa Tibet yang memperoleh hadiah Nobel Perdamaian ini sampai saat ini masih hidup di di luar tanah airnya. Dalai lama berjuang dalam pengasingan untuk menjaga kemurnian kebudayaan dan spiritulitas yang mengandung Buddhadharma.
Dalam lingkungan perjuangan untuk toleransi dan kerukunan umat beragama, ada tokoh yang disegani, yaitu Bhikkhu Buddhadasa dari Thailand. 
Tokoh yang belajar secara otodidak ini adalah seorang penulis produktif dan dikenal sebagai pionir dalam upaya mempromosikan kedamaian dan kerukunan beragama melalui dialog antar agama di Thailand.

Daisaku  Ikeda, Sangharakshita, Gary Snyder
Buddhadharma mendapat tempat di hati kaum terpelajar dan intelektual dunia berkat adanya tokoh-tokoh Buddhis intelektual yang mampu menyajikan Buddhadharma secara intelektual, sehingga Buddhadharma selain berkembang di dunia Barat juga dapat mengadakan dialog dengan pemikir-pemikir dunia.
Diantara intelektual Buddhis yang disegani kaum intelektual dunia, adalah Daisaku Ikeda. Penulis produktif, tokoh besar Soka Gakkai dan intelektual Buddhis ini telah melakukan dialog dengan tokoh-tokoh dunia dalam membahas problematik dunia.
Daisaku Ikeda merupakan tokoh Buddhis internasional yang turut mempromosikan perdamaian universal dan pemerintahan yang bersih. Dengan Soka Gakkai, organisasi yang diembannya, Ikeda melakukan gerakan untuk merekonstruksi agama Buddha dan berusaha mewujudkan  nilai-nilai Buddhis dalam masyarakat.
Perkembangan Buddhadharma di Eropa dan Amerika juga tidak dapat dilepaskan dari sejumlah pelopor-pelopornya, diantaranya Sangharakshita dan Gary Snyder. Tentu saja masih terdapat tokoh-tokoh lainnya selain kedua tokoh yang memiliki karakteristik tersendiri ini.
Sangharakshita selain tokoh Buddhadharma terkenal di Amerika, juga pelopor kesatuan Buddhisme secara internasional dan tokoh utama dari Friends of Buddhist Order (FWBO) yang bersifat ekumenis. Sangharakshita mengusahakan Buddhadharma inklusif, yakni Buddhadharma yang tidak sekterian, serta penterjemahan Buddhadharma dalam konteks Barat.
Salah satu tokoh uni yang turut berjasa memperkenalkan Buddhadharma di Amerika dan Eropa adalah seorang penyair yang bernama Gary Snyder. Penyair Amerika yang hidup eksentrik ini  dikaitkan juga sebagai aktivis “deep ecology” dan mendalami spiritualitas Buddhis.
Gary Snyder seorang naturalis dan romantik, mencintai alam dan menyuarakan hati perdamaiannya melalui puisi-puisi. Ia juga dikenal sebagai pendiri institut Zen pertama di Amerika. The Country adalah salah satu buku kumpulan puisi bernuansa naturalis-ekologis dari Gary Snyder yang terkenal.

Thich Nhat Hanh, Sulak Sivaraksa, Dr. Ambedkar
Keterlibatan secara politis dalam rangka mewujudkan misi kemanusiaan dan perdamaian dengan cara-cara non-kekerasan disertai dengan kesadaran dan kebijaksanaan juga berkembang dalam lingkungan Buddhis. Spiritualitas dan aktivis dalam lapangan sosial-politis bukanlah sesuatu terpisahkan sebagaimana juga dilakoni Sang Buddha semasa hidupnya. Keterlibatan ini menghasilkan gerakan yang bernama “Engaged Buddhism”, dan memunculkan banyak tokoh, diantaranya Thich Nhat Hanh, Sulak Sivaraksa, dan banyak lainnya.
Thich Nhat Hanh yang merupakan pejuang perdamaian dalam perang Vietnam dan nominator Nobel Perdamaian adalah tokoh utama “Engaged Buddhism.” Tokoh yang kini menetap di Plum Village, Perancis ini dalam perjuangannya menekankan aktivitas dalam kehidupan masyarakat, persoalan aktual, dan hidup berkesadaran dalam perhatian murni.
Thich Nhat Hanh juga dikenal sebagai penulis produktif yang memperlihatkan bagaimana cara hidup Zen-nya maupun penulisan dalam buku-bukunya sangat dekat kepada fundamental Buddhisme. Ia juga mampu menginterpretasi dan mempresentasikan substansi  Prajnaparamita untuk melihat persoalan aktual masa kini dan menumbuhkannya dalam organisasi yang dibentuknya: “Orde Interbeing”.
Andaikan dalam mewujudkan nilai-nilai Buddhadharma bersentuhan dengan kekuasaan juga tidak patut dihindari. Tokoh Engaged Buddhism lainnya, Sulak Sivaraksa di Thailand melakoni hal itu meski harus menjadi tokoh yang tidak disenangi pemerintah dan hidup dalam penjara. Sulak Sivaraksa, disamping merupakan tokoh Buddhism Engaged, adalah juga seorang filsuf, spiritualis, aktivis, kritikus sosial, pemberontak intelektual, dan memegang teguh etika non-kekerasan.
Sulak Sivaraksa berjuang meneguhkan etika Buddhis dalam kehidupan nyata dan berupaya melakukan transformasi sosial dan politik di masyarakat. Ia adalah seorang yangterobsesi untuk membuat Buddhisme relevan dalam masyarakat modern. Perjuangan non-kekerasan dan misi kemanusiaan Sulak Sivaraksa ini bisa dibaca dalam bukunya yang terkenal, Seed of Peace.
Perjuangan kemanusiaan yang sampai harus bergerak di lapangan politik pun juga terdapat di India. Adalah Dr. BR Ambedkar, tokoh yang meperjuangkan kaum Dallit di India yang dikenal sebagai kaum “untochoubles,” suatu kelompok kasta terendah yang tidak boleh disentuh.
Dr. BR Ambedkar memperjuangkan kelompok yang dijauhkan oleh masyarakat di India untuk kesetaraan politis dengan pendekatan melakukan konversi ke dalam agama Buddha. Bagi tokoh pejuang kemerdekaan nasional dan konstitusi India ini, agama Buddha yang egaliter dan emansipatoris harus turut memperjuangkan kelompok masyarakat marginal untuk mencapai kesetaraannya di berbagai bidang kehidupan.

Dr. Ariyaratne, Master Cheng Yen, Dr. Chatsumarn Kabilsingh
Persoalan penderitaan yang menjadi misi Buddhadharma adalah juga persoalan kemanusiaan dalam ranah politis, budaya, maupun sosial-ekonomi seperti kemiskinan. Keprihatinan terhadap persoalan inilah yang menggerakkan Dr. Ariyaratne mendirikan gerakan gerakan sosial “Sarvodaya” di Srilanka.
Dr. Ariyaratne dalam gerakan Sarvodaya menekankan prinsip-prinsip Buddhis dalam membantu warga desa terbebas dari kemiskinan. Prinsip Buddhis mengenai paticcasamuppada (sebab-akibat yang saling bergantungan) diterjemahkan ke lapangan sosial melalui gerakan Sarvodaya dengan membentuk ikatan komunitas yang kuat berdasarkan saling membantu satu sama lain.
Misi luhur dalam penegakan nilai-nilai kemanusiaan juga berkembang dalam diri seorang bhiksuni di Taiwan. Master Cheng Yen mendirikan organisasi sosial kemanusiaan dengan misi membantu korban bencana alam di berbagai penjuru dunia, pelestarian lingkungan, sosial, pendidikan, dan budaya, dengan menyertakan keterlibatan relawan dari berbagai agama dan negara.
Organisasi dengan nama Yayasan Buddha Tzu Chi ini mewujudkan cinta kasih dan welas asih yang berkembang dalam diri Master Cheng Yen, dengan motto kemanusiaan dan misi amalnya yang menyentuh, “Setiap detik berjuang demi kebajikan.”
Sifat pembebasan Buddhadharma itu tertujukan untuk kebahagiaan segenap makhluk hidup.  Oleh karenanya, Buddhadharma yang bercirikan egalitarian itu juga ditujukan bagi kesetaraan gender, lelaki dan perempuan.
Siapa saja, lelaki dan perempuan memiliki potensi mencapai pembebasan, dan karenanya arah hidup kebiaraan dengan menjadi Sangha juga terbuka. Sangha tidak saja untuk kaum lelaki tetapi juga terbuka bagi kaum perempuan, dan bila nyatanya pintu Sangha itu tertutup bagi perempuan, maka harus diperjuangkan untuk dibuka kembali.
Adalah Dr. Chatsumarn Kabilsingh, yang merupakan salah satu tokoh pejuang kesetaraan gender dan bhikkhuni pertama dalam tradisi Theravada di Thailand dewasa ini. Berkat Dr. Chatsumarn Kabilsingh ini, atau kini lebih dikenal sebagai Bhikkhuni Dhammananda, maka kaum perempuan di Thailand kini dapat menjalani kehidupan sucinya dengan menjadi Sangha.
Dr. Chatsumarn Kabilsingh menjadi sosok perempuan Buddhis terkenal di dunia internasional. Perjuangannya mengangkat derajat kesetaraan perempuan menjadikannya tokoh feminis Buddhis yang disegani. Melalui newsletter yang diberi nama Yasodhara, ia selalu  memberitakan kegiatan internasional perempuan Buddhis dan feminism Buddhism.